Satu bulan berselang, giliran kelompok kami yang menjalani stase KGD. Sama dengan kelompok sebelumnya, kami pun mengelola kasus kelompok. Kami mendapat kasus yang cukup menarik, yaitu "Kraniotomi atas indikasi Subdural Hematom". Pada saat pengkajian pasien kami mengalami penurunan kesadara (apatis) dan pasien menggunakan ventilator mekanik. Awalnya, kelompok mengambil 5 diagnosa keperawatan tanpa ada diagnosa nyeri. Namun setelah konsultasi dengan pembimbing klinik dan akademik, beliau menganjurkan adanya diagnosa nyeri. Kami pun masih berargumen untuk tetap tidak mengambil diagnosa tersebut karena menurut kami belum ada penilaian yang jelas. Sang pembimbing justru membalikkan pertanyaan, kenapa klien mendapat analgesik seperti morfin dan ketorolac? Untuk apa klien mendapat obat-obat tersebut jika klien tidak merasakan nyeri? Pembimbing pun menganalogikan bahwa setiap pasien yang mengalami pembedahan (kasus kelompok kraniotomi), pasti akan merasa nyeri. Apabila obat-obat tersebut dihentikan pemberiannya, pasti klien akan mengalami perubahan nilai tanda-tanda vital seperti frekuensi nadi dan tekanan darah. Kami pun menyadari bahwa klien pasti merasakan nyeri. Hanya saja, di otak kami masih terbesit pertanyaan, bagaimana cara menilainya? Apa saja tanda-tanda yang dapat kami lihat untuk mengidentifikasi nyeri pada pasien untuk mengetahui pasien yang mengalami penurunan kesadaran?
Pertanyaan kami pun akhirnya terjawab setelah kami berhasil menemukan sebuah jurnal berjudul "Use of a Behavioural Pain Scale to Assess Pain in Ventilated, Unconscious and/or Sedated Patients". Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Behavioural Pain Scale (BPS) valid dan reliabel jika digunakan untuk menilai skala nyeri pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran ataupun yang sedang dalam efek sedasi. Hasil tersebut juga sejalan dengan fluktuasi heodinamik pada pasien dimana heart rate dan tekanan darah akan naik jika nilai BPS pasien juga naik. Hal tersebut menunjukkan bahwa BPS efektif digunakan untuk menilai nyeri pada pasien penurunan kesadaran.
Setalah mengetahui adanya BPS, muncul lagi pertanyaan apa sih BPS itu? Bagaimana penilaiannya?
BPS atau Behavioural Pain Scale adalah sebuah alat yang dapat digunakan untuk penilaian nyeri pada pasien penurunan kesadaran dengan ventilator dimana penilaian tersebut berdasarkan tiga ekspresi perilaku, yaitu ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas atas, dan kompensasi terhadap ventilator. BPS menggambarkan nyeri dalam rentan skor antara 3 (tidak nyeri) hingga 12 (nyeri paling hebat). Adapun penilaiannya adalah sebagai berikut:
- Ekspresi Wajah: relaks/santai (skor 1), sedikit mengerut/mis. mengerutkan dahi (skor 2), mengerut secara penuh/mis. hingga menutup kelopak mata (skor 3), meringis (skor 4).
- Pergerakan Ekstremitas Atas: tidak ada pergerakan (skor 1), sedikit membungkuk (skor 2), membungkuk penuh dengan fleksi pada jari (skor 3), retraksi permanen (skor 4)
- Kompensasi terhadap Ventilator: pergerakan yang menoleransi (skor 1), batuk dengan pergerakan (skor 2), melawan ventilator (skor 3), tidak mampu mengontrol ventilator (skor 4).
Sumber:
http://www.aspmn.org/Organization/documents/NonverbalJournalFINAL.pdf
http://www.consensus-conference.org/data/Upload/Consensus/1/pdf/1670.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar