Sabtu, 04 Agustus 2012

Moody???!!!

Tidak sedikit orang yang mengatakan "nanti deh ngerjainnya, lagi gak mood." Ada juga yang mengatakan, "aku lagi gak mood. jangan ganggu." Bahkan banyak sekali statemen di jejaring sosial yang menyatakan, "Lagi gak mood nih" atau "not in a good mood" atau "kejadian tadi bikin gue gak mood" dan masih banyak lagi. Intinya, mood sering kali mempengaruhi hari-hari kita, menjadikan tugas/kerjaan terbengkalai, mengganggu hubungan sosial kita, dan lain-lain yang pada dasarnya dapat merugikan kita sendiri.

Sering kali saya sendiri merasa muak ketika melihat wajah seorang teman yang mengaku sedang bad mood. Wajahnya seperti baju kusut belum disetrika, tindak tanduknya tidak tenang dan penuh emosi, serta setiap perkataannya terasa menyakitkan. Yang paling memuakkan adalah dia merasa dia selalu benar dan semua orang disekitarnya yang salah, sehingga orang-orang di sekitarnya yang harus menyesuaikan dia. Terlintas di benakku untuk mengatakan "HELLOOO SIAPA ELLOOO???!!!"

Kadang, saya pun muak terhadap diri saya sendiri. Ya, saya sangat muak ketika saya menyadari bahwa saya pun orang yang sangat sangat sangat moody. Parahnya, ketika penyakit saya yang satu itu kambuh saya tidak hanya memasang wajah kusut tapi saya juga mengorbankan orang-orang di sekitar saya. Sering kali saya melampiaskan ketidakmoodan saya kepada orang-orang di sekitar saya yang tidak bersalah. Tidak jarang juga mereka menanyakan "kamu kenapa?", "aku takut kalo kami gini", "kamu lagi gak mood ya?" dan lain-lain. Namun, saya tetap menjawab dengan ketus. Sungguh, itu adalah saat-saat dimana saya benar-benar membenci diri saya sendiri. Saya pun merasa saya kehilangan beberapa teman dekat saya karena sifat moody saya.

Ketika itu pun selalu terlintas pertanyaan bagaimana menghilangkan sifat moodyku? Itu pun tak sekedar jadi pertanyaan. Saya mulai berusaha mencari tahu solusinya baik melalui dunia maya maupun sharing dengan teman. Ada statemen yang paling mengena di hatiku, "moody itu sebenarnya ketidakmampuan kita dalam mengatur emosi sehingga kita cenderung membebaninya kepada lingkungan sekitar." Bukankah seharusnya kita adalah orang pertama yang bertanggung jawab terhadap emosi kita sendiri?

Berawal dari situ, sedikit demi sedikit ku mulai mengatur perasaanku. Terutama ketika stressor menumpuk. Tidak mudah memang. Tidak jarang juga aku tetap "meledak". Hampir aku menyerah. Untung ada seorang sahabar yang mengatakan, "aku melihat ada perubahan kok, meskipun sesekali dia muncul, aku melihat perubahan itu." Pernyataannya menyemangatiku kembali hingga di saat refleksi diri, aku tahu kuncinya. Aku tahu sejak kapan aku berubah menjadi sosok yang emosional. Aku tahu sejak kapan aku berubah jadi sosok yang moody. Aku pun tahu kenapa aku menjadi demikan. Hanya ada satu jawaban ketika dan karena aku jauh dari Nya.

Jauh dari Nya membuat perasaanku tak damai. Selalu mencari kambing hitam ketika ada masalah. Dan ada semacam perasaan aneh yang terus membuatku murung. Dan ketika aku berusaha untuk "kembali", aku merasa semua menjadi mudah. Lebih mudah mengatur hati dan emosi. Tapi bukan berarti aku tak pernah marah lagi atau tidak mood lagi. Aku hanya manusia biasa. Setidaknya ketika mereka muncul aku lebih bisa mengalihkannya ke hal-hal yang tidak merugikan orang lain. Aku sadar aku harus bertanggung jawab 100% atas apapun yang terjadi padaku. Dan aku menemukan satu obat ampuh untuk mengobati ketidakmoodanku. PASIEN. :)